The Story About Us Part II

Normal
0

false
false
false

EN-US
X-NONE
X-NONE

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:”Times New Roman”;
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}

Pagi hari ini hujan, dan untung saja ia membawa payung. Saat turun dihalte dekat sekolahnya, ia bertemu dengan juniornya yang masih duduk dihalte sendirian dengan tubuh sedikit basah akibat kehujanan. “Mau bareng sampai depan gerbang?” ajaknya menawarkan. Toh sebentar lagi bel masuk akan berbunyi, anak itu akan dihukum karena keterlambatannya.

“Gomawo Sunbaenim,” juniornya itu tersenyum senang. “Namaku, Oh Sehun. Namamu Kim Eunsae bukan? Sunbaenim, biar aku yang memegang payungnya,” Eunsae terkejut pria itu tahu namanya. Membiarkan Sehun memegang payungnya. Bagaimana kau tahu? Tanyanya tanpa bersuara. “Kau menjadi sekertaris acara OSPEK kemarin bukan?” katanya menjelaskan. “Kau sangat populer dikelasku, kau tahu?”

Belum sempat Eunsae menanyakan maksud perkataannya, tiba – tiba saja Kai datang menghampiri mereka! Ia berlari menuju mereka sambil hujan – hujanan! “Aku ikut sampai gerbang, yah?” pintanya.

“Ya, kau tidak lihat? Payung ini tidak muat untuk tiga orang! Aku kebasahan!” gerutu Eunsae. Kai memilih diam tidak menjawab. “Kau tidak naik motor?”

“Motorku ada dibengkel, tiba – tiba mogok dijalanan tadi. Untung aku tidak terlambat!” pria itu tersenyum padanya. Mengabaikan tatapan Sehun yang menatapnya dengan kesal!

                “Eunsae-ya!” sebuah mobil berhenti disisi mereka. Chanyeol buru – buru keluar dan membukakan payung. Tanpa kata ia menarik Eunsae kebawah naungan payungnya. Ia tersenyum pada Kai dan Sehun. “Antarkan payungnya keruangan kelas Eunsae, yah? Kalian tahu kelasnya dimana bukan?” lalu tanpa menunggu jawaban Chanyeol melingkarkan tangannya dibahu sahabatnya itu. Sehingga payungnya benar – benar sempurna menutupi tubuh Eunsae. “Nanti kau bisa sakit,” katanya seolah menjelaskan perbuatannya dan hal itu masih bisa didengar oleh Kai dan Sehun. Mereka berdua saling pandang dengan binggung, menatap kedua pasangan itu menjauh dari mereka.

“Gomawo, Yeoli-ya,” gumam Eunsae saat ia yakin Kai dan Sehun tidak bisa mendengar percakapan mereka. Sahabatnya itu hanya mengangguk dengan santai.

Eunsae mengentikan langkahnya tiba – tiba membuat Chanyeol juga ikut berhenti. “Ada apa?”

“Yeoli-ya, ada satu hal yang ingin aku minta padamu,” Yeoli mengangguk menyuruhnya untuk melanjutkan. “Bisakah kau selalu ada disisiku saat kau melihat Kai sedang bersamaku?”

“Wae? Apa kau takut padanya? Apakah dia berbuat macam – macam padamu?”

Eunsae menggelengkan kepalanya dan mulai berjalan, “Aku takut pada diriku sendiri.”

Satu kalimat itu menjelaskan semuanya. “Menurutmu dia ingin kembali padamu?” Eunsae menggelengkan kepalanya, tidak tahu. “Kau takut dirimu berharap demikian,” ia menyimpulkan.

“Aku tidak mau jatuh dilubang yang sama!”

“Kau tidak mau memberikannya kesempatan kedua?”

Eunsae kembali menggeleng – gelengkan kepalanya, “Tidak ada yang namanya kesempatan kedua.”

“Arraseo, tenang saja aku akan selalu menempel padamu!” pria itu menyenggol bahunya bercanda. “Aku benarkan? Untung saja aku dan Suho memutuskan untuk pindah sekolah. Kalau tidak, kau akan minta bantuan pada siapa?” guraunya.

(***)

                “Hyeri-ya, apakah diluar hujan? Kenapa bajumu basah kuyup begitu?” tanya Luhan seraya mencari – cari handuk didalam tasnya. Ia memberikannya pada Hyeri yang bertampang masam.

“Bukan! Ini ulah Kriss!” Hyeri menghentakan kakinya, saking kesalnya ia! “Lihat saja! Orang itu akan mendapatkan balasan yang setimpal!” Tadi ia sedang duduk – duduk sambil membuka majalah yang dipinjamnya diperpus, lalu tiba – tiba Kriss yang berada dilantai 2 mengguyurnya dengan air minum! Tanpa dosa pria itu berkata, “Maaf, aku kira tidak ada orang dibawah.” Lalu pergi begitu saja! Luhan binggung harus berbuat apa, akhirnya ia hanya membantu Hyeri mengusap rambutnya dengan handuk, agar cepat kering. Sama sekali tidak menyadari tubuh Hyeri yang diam terpaku. Mendadak jantung gadis itu berdetak lebih cepat, melihat Luhan yang menatapnya dengan lembut.

“Hyeri-ya, kau?” belum sempat Eunsae bertanya, Luhan sudah memberinya tatapan peringatan. “Kriss Sunbae lagi?”

Hyeri mendelik sebal pada sahabatnya itu. Dasar perusak suasana! Makinya dalam hati. Tidak bisa lihat apa, aku sedang berduaan dengan Luhan? Omelnya dalam hati. “Kalau kau sudah tahu, buat apa tanya lagi?” gerutunya.

Eunsae cemberut mendengar perkataan ketus sahabatnya. “Kalau kau mau marah, marahlah pada Kriss Sunbae! Jangan padaku,” balasnya.

“Sudah – sudah,” Luhan menenangkan. “Eunsae-ya, kau bawa baju seragam cadangan? Biasanya kau selalu menyimpannya dilokermu,” ia berusaha mengalihkan perhatian kedua sahabatnya.

“Ada dilokerku, untuk apa memang?” Eunsae menatapnya menilai dengan jahil. “Bukan untukmu, kan?” godanya.

“Ya!” Luhan menggerakannya seolah hendak memukulnya. “Tentu saja, untuk Hyeri! Kau tidak lihat baju sahabatmu ini kebasahan.”

Hyeri tersenyum penuh kemenangan, mengejek Eunsae. “Terus saja membela Selirmu ini,” sungutnya.

“Gomawo, Eunsae Halmoni,” jawab Hyeri dan Luhan berbarengan.

“Kalian sangat kompak sekali.”

Hyeri hendak keluar dari kelasnya, namun berbalik. “Kau belum mengganti password lokermu? 139394 bukan?” Eunsae mengangguk sebagai jawaban.

                “Eunsae-ya,” Luhan menyadarkannya dari lamunan. “Kau sudah mengerjakan tugas regresi linier, belum?”

“Belum,” jawabnya acuh. Luhan terlihat kecewa dengan jawabannya, membuatnya tidak tega. “Bagaimana kalau kita kerjakan bersama saja?” ajaknya.

“Itu yang aku harapkan!”

“Benarkan? Bukannya kau lebih suka menyalin tugasku?” sindirnya.

“Memangnya sudah berapa lama aku mengenalmu? Aku tahu apa yang kau maksud.” Eunsae memang tidak suka sahabat – sahabatnya itu menyalin tugasnya. Ia lebih suka mengajarkan pada mereka bagaimana caranya. Menurut teman – temannya, ia punya bakat alami untuk menjadi seorang guru. Ia dapat menangkap pelajaran dengan mudah dibanding dengan teman – temannya. Ia juga tidak tahu mengapa seperti itu. Tapi ia punya kekurangan. Ia akan lupa pada yang dipelajarinya keesokan harinya! Dan ternyata metode mengajari teman – temannya tentang apa yang dipelajarinya, menjadi cara yang ampuh untuk mengasah daya ingatnya.

                Suho dan Chanyeol mendatangi mereka, “Seluruh guru sedang rapat, kalian tahu?” mereka memberikan infomasi.

“Sin 300 berapa?” tanya Eunsae mendadak.

“0,5,” jawab mereka bersamaan.

“Hukum Newton I.”

“Setiap benda akan mempunyai kecepatan yang konstan, kecuali ada gaya yang resultannya tidak nol dan bekerja pada benda tersebut

“Tahapan pembelahan Mitosis.”

“Profase, metafase, anafase, telofase, sitokenesis”

“Kegunaan alkana.”

“Sebagai bahan bakar dan bahan baku dalam industri petrokimia.”

                “Wow,” Luhan kagum sendiri dengan sahabatnya itu. “Apakah jawaban mereka benar semua?” Eunsae mengangguk mengiyakan.

“Begitulah Kim Eunsae, disaat yang tidak terduga ia akan bertanya macam – macam tentang pelajaran padamu,” Suho menjelaskan.

“Bagaimana bisa?”

“Semalam aku juga belajar dan mencari pertanyaan untuk mereka dari catatan yang telah mereka buat. Memastikan catatan mereka sama dengan buku, tidak ada fakta yang tertukar. Dan aku juga memikirkan kapan waktu yang pas untuk bertanya,” Eunsae memilih duduk dikursinya dan mengeluarkan buku untuk pelajaran selanjutnya.

“Dia bahkan pernah meneleponku pagi – pagi sekali hanya untuk bertanya, bagaimana fotosintesis itu terjadi dalam kimia! Bayangkan pagi – pagi buta, disaat aku masih mengumpulkan nyawa untuk bangkit dari tempat tidur,” ucap Chanyeol dengan gaya dramatis.

“Tapi cara itu efektif,” Suho membelanya.

                “Eunsae-ya, ada waktu sebentar? Mading dipasang hari ini bukan?” D.O mengingatkannya.

“Tumben kau sopan sekali. Biasanya kau akan berteriak dan berkata, “Eunsae-ya, ayo pasang Mading,” Eunsae menirukan suara D.O yang gagal total. Pria ceriwis yang satu ini diberi anugrah suara yang indah.

D.O mendelik padanya, menyuruhnya untuk bergegas. “Arraseo.”

“Kenapa sih akhir – akhir ini guru – guru sering sekali rapat dan akhirnya banyak jam kosong,” keluh Eunsae.

“Wae? Apa kau lebih suka belajar begitu?” tanya D.O berjalan disampingnya.

“Tujuanmu sekolah itu apa D.O-ya?”

“Mengembangkan bakatku tentu saja. Aku akan menjadi penulis kolom gosip dimajalah terkemuka atau aku bisa menjadi penyanyi. Aku pikir aku cukup tampan, jadi aku juga bisa jadi model dan-“ Eunsae memutar bola matanya melihat tingkah ajaib temannya itu. Sebenarnya pertanyaannya tadikan retoris. Tidak disangka D.O malah menganggapnya serius dan menjawabnya. Entah polos atau… sudahlah.

                “Oh ya, kau yang jadi artis dalam kolom gosipku. Apakah kau akan menahan artikelku?” tanya D.O sedikit cemas.

“Aku yang masuk kolom gosipmu? Bagaimana bisa?” lalu Eunsae membacanya. Biasanya memang dia yang memutuskan apakah artikel itu layak dipajang di Mading atau tidak. Pernah suatu waktu D.O akan membongkar sebuah aib salah seorang teman mereka. Hyuna yang mereka kenal orang yang sangat tajir dan ia bahkan mengaku – ngaku bahwa dia memiliki mal atas namanya sendiri hanya anak seorang pemilik kedai masakan china. D.O sangat ingin memajang artikel itu. Tapi Eunsae melarangnya, Hyuna baik pada semua orang. Walau dia suka menyombongkan betapa kayanya dia tapi dia bukan tipe pembuat masalah. Dan habis itu Eunsae dengan tegas menolak artikel yang membawa masalah keluarga seperti ini.

                Ia melanjutkan membaca artikel tentang dirinya yang dikabarkan dekat dengan Chanyeol. “Terbitkanlah, aku setuju. Aku pikir berita tentang apa,” ia setuju.

“Jadi kau benar – benar berkencan dengan Chanyeol Sunbae?” tanya D.O dengan penasaran.

“Bukan urusanmu,” Eunsae menjulurkan lidahnya seperti anak kecil.

“Kau mau memberi komentar atau apa gitu, mengenai artikel ini?”

“Tidak usah. Ayo kita pasang Mading ini.”

“Cerpenmu sudah selesai?” D.O melihat kolom cerpen Eunsae yang berwarna – warni. “Kau tahu, kau bisa menambah space untuk kolom cerpenmu. Banyak orang yang bilang padaku, kolomnya terlalu sempit. Mereka penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Apakah Hyera dan Jaewook itu akan bersama kembali?”

“Itu rahasia, baca saja kelanjutan ceritanya,” Eunsae tertawa melihat ekspresi kecewa D.O.

                “Kau tahu, Kai suka membaca cerpenmu. Dia tidak mau mengaku memang. Tapi aku yakin hal itu,” D.O mulai menempel kertas karton yang mereka bawa di Papan Mading. “Itu aneh kau tahu? Mengingat aku kenal betul siapa itu Kai. Dia tidak suka membaca, kecuali membaca komik. Apalagi cerita romantis seperti cerpenmu itu.

“Benarkan kau mengenalnya, D.O-ya?” tanya Eunsae menghentikan kegiatannya, menatapnya.

“Tentu saja, aku ini sahabatnya. Aku sudah lama mengenalnya ,” pria itu menatapnya dengan aneh.

“Mengenal seseorang bukan berarti sudah lama bersamanya, bukan?” Eunsae tersenyum.

“Apa yang kau maksud?”

“Maksudku, walaupun kau dekat dengan seseorang menjadi sahabat atau kekasih. Tetap saja ada hal – hal yang disembunyikan bukan? Itu namanya privasi. Jadi kau tidak bisa mengklaim kau mengenal seseorang sepenuhnya.”

                “Eunsae Sunbae, ini payungmu aku kembalikan,” Sehun menghampirinya dan D.O. “Wah, Madingnya sudah dipasang. Aku tidak sabar membaca kelanjutan cerpenmu.”

“Lebih baik kau membaca kolom gosipku dulu,” D.O berpromosi.

“Ige mwoya? Kau benar – benar kekasih Chanyeol Sunbae?” tanya Sehun setelah membaca artikel itu.

“Tentu saja, kalau tidak ia tidak akan mengizinkanku memajang artikel itu,” jawab D.O dengan bangga.

“Apa aku salah dengar?” Kai tiba – tiba muncul begitu saja mengangetkan mereka. Tanpa kata, ia mendorong Sehun agar bisa membaca artikel itu dengan jelas. “Ya, D.O-ya, mengapa kau menulis berita bohong seperti ini?” Kai menatap sahabatnya dengan penuh amarah.

“Sejak kapan kau perduli pada apa yang aku tulis?” sahut D.O tidak terima.

Lalu semuanya menatap Eunsae, bertanya. “Apa? Inikan cuma gosip. Aku saja yang digosipkan tidak ambil pusing,” lalu meninggalkan mereka.

(***)

                “WU YI FAN!!!” teriak Hyeri dengan kesal memanggil nama asli Kriss. Ban sepedanya kempes dua – duanya! Siapa lagi pelakunya kalau bukan senior senggak satu itu! Kita lihat saja siapa yang akan menanggung malu nanti! Pembalasan Hyeri akan sangat kejam! Tunggu saja, Wu Yifan!

“Ban sepedamu kempes?” tanya Luhan yang bersiap – siap mengendarai motor gedenya itu. “Naiklah, aku antarkan kau pulang kerumah.”

“Eunsae, bagaimana? Kaliankan biasa pulang bareng, karena rumah kalian searah,” Hyeri tidak enak pada sahabatnya itu. Rumah Luhan dan Eunsae memang terbilang cukup jauh dari sekolah. Eunsae harus naik bus dua kali untuk tiba disekolahnya. Berbeda dengan rumahnya yang beberapa blok dari sekolah.

“Aku akan menemanimu kebengkel sepeda saja, kalau begitu,” Luhan turun dari motornya dan mengambil alih sepeda Hyeri dan menuntunnya. Hyeri tentu saja senang dengan hal ini. Luhan-ah kenapa kau baik sekali padaku? Tanyanya dalam hati tersenyum dengan lebarnya.

                “Seandainya saja, semua pria baik sepertimu. Hidupku pasti akan lebih mudah,” ucap Hyeri.

“Kau membicarakan Kriss Sunbae?” Luhan tersenyum.

“Tidak lucu!” Hyeri cemberut.

“Itu semua salahmu, kau tahu,” pria itu tidak bisa menahan cengiran dibibirnya. “Kalau saja waktu di OSPEK kau mau menyatakan cinta padanya, dan bukan malah menendangnya dengan jurus Taekondomu itu, semua ini tidak akan terjadi!”

“Hukuman itu sangat tidak logis! Masa aku harus menyatakan cinta pada orang yang pertama kali aku temui? Orang itu Kriss pula! Seandainya saja kau tahu betapa sombong lagaknya saat itu! Aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri! Tahu – tahu aku sudah menendangnya, begitu saja,” curhat Hyeri.

“Pria tidak suka dikalahkan oleh wanita, apalagi itu ditempat umum.”

“Apa kau tidak suka pada wanita yang bisa bela diri?” tanya Hyeri sedikit cemas.

“Selama dia tidak memukul atau menendangku, aku rasa aku bisa menerimanya. Jika kekasihku bisa bela diri seperti dirimu, aku tidak akan khawatir lagi dengan keselamatannya. Dan para pria juga pasti jarang menggodanya, jadi ia aman.” Luhan tidak pernah tahu, jawabannya yang simpel itu menyirami benih – benih harapan dalam hati sahabatnya itu. Benih yang semakin lama  semakin kuat dan siap berbuah. Apakah akan berbuah manis sama seperti benihnya??

Leave a comment